الْكَلاَمُ وَمَا يَتَألَّفُ مِنْهُ

BAB KALAM DAN SESUATU YANG TERSUSUN DARINYA

 

كَلاَمُــنَا لَفْــظٌ مُفِيْدٌ كَاسْــتَقِمْ ¤ وَاسْمٌ وَفِعْلٌ ثُمَّ حَرْفٌ الْكَلِمْ

Kalam menurut Ulama Nahwu adalah lafadz yang berfaidah (dapat memberikan kepahaman terhadap yang diajak bicara), seperti lafadz “Istaqim! (istiqamahlah!)”. Berkumpulnya Isim, Fi’il dan Huruf dalam satu paket itu dinamakan Kalim.

 

Keterangan:

Kalam adalah lafadz yang berfaidah.

Lafadz adalah suara yang mengandung sebagiannya huruf hijaiyah.

berfaidah adalah bisa memberikan kepahaman terhadap yang diajak bicara.

mengenai definisi yang sekilas tampak berbeda dengan kebanyakan kitab-kitab ataupun buku-buku yang membahas tentang nahwu dikarenakan di dalam kitab Alfiyah ini pada definisi kalam tidak disebutkan murokkab (tersusun), hal ini dikarenakan Ibnu Malik menganggap cukup dengan hanya menyebutkan “berfaidah”, karena ungkapan yang berfaidah itu pasti tersusun / murokkab mengingat di dalam kalam itu harus ada musnad dan musnad ilaih. Bahkan ungkapan dari lafadz-lafadz yang tersusun itu belum tentu berfaidah. intinya ungkapan yang berfaidah pasti tersusun dan ungkapan yang tersusun belum tentu berfaidah.

 kalim adalah kumpulnya isim, fi’il dan huruf dalam satu ungkapan.

Adakalanya kalam juga dapat disebut kalim, seperti contoh قَدْ قَامَ زَيْدٌ  (Zaid benar-benar telah berdiri) yang mana terdiri dari huruf, fi’il dan isim.

Adakalanya bisa disebut kalam namun tidak bisa disebut kalim seperti قَامَ زَيْدٌ (Zaid telah berdiri) dikarenakan susunannya hanya berupa fi’il dan isim atau seperti زَيْذٌ ضَارِبٌ (Zaid adalah orang yang memukul) dikarenakan susunannya hanya terdiri dari isim dan isim begitu juga pada contoh-contoh yang dapat pembaca temukan sendiri.

Adakalanya tidak bisa disebut kalam namun bisa disebut kalim, seperti إِنْ قَامَ زَيْدٌ (jika Zaid telah berdiri). disebut kalim dikarenakan ada huruf, fi’il dan isim namun tidak bisa memberi pemahaman terhadap yang diajak bicara karena bila ada lafadz إِنْ (jika) itu harus ada maka (ada fi’il syarat harus ada jawab).

 

وَاحِدُهُ كَلِمَةٌ وَالْقَوْلُ عَمْ ¤ وَكِلْمَةٌ بِهَا كَلاَمٌ قَدْ يُؤَمْ

Tiap-tiap komponen dari kalim disebut Kalimat. Adapun Qaul (ucapan) adalah bersifat umum. Terkadang kalimat dituju untuk Kalam.

 

Keterangan:

Komponen-komponen kalim dinamakan kalimat (Kata; b. Indonesia) terdiri dari:

  1. Kalimat Isim

Kalimat Isim adalah kalimat yang menunjukkan makna dengan sendirinya dan tidak bersamaan dengan waktu. Di dalam bahasa indonesia kalimat isim biasa disebut dengan kata benda, seperti كِتَابٌ (buku), بَابٌ (pintu), رَجُلٌ (laki-laki), ضَرْبٌ (pukulan).

  1. Kalimat Fi’il

Kalimat Fi’il adalah kalimat yang menunjukkan makna dengan sendirinya dan bersamaan dengan zaman / waktu, baik berzaman madhi (sudah lampau) seperti ضَرَبَ (telah memukul), dan berzaman khadlir yang terdiri dari: 1). Zaman khal (waktu sekarang) seperti يَضْرِبُ (sedang memukul) dan 2). Zaman Mustaqbal (waktu yang akan datang) seperti سَأَضْرِبُ (saya akan memukul). Macam-macam kalimat fi’il itu dibagi menjadi tiga, yaitu fi’il madhi, mudlari’ dan ‘amar (kata kerja perintah) seperti اِفْعَلْ (lakukanlah). Fi’il amar berzaman mustaqbal.

  1. Kalimat Huruf

Kalimat huruf adalah kalimat yang tidak bisa menunjukkan makna dengan sendirinya akan tetapi harus bersama dengan kalimat lain, seperti هَلْ, فِيْ, لَمْ

maksud dari umumnya qaul (ucapan) adalah bahwa apapun yang orang ungkapkan bisa disebut qaul, baik hanya berbentuk kalimat, kalim, kalam, berfaidah atau tidak.

Terkadang kalimat dituju kalam (biasanya orang-orang menyebutnya kalimat namun sebenarnya ia adalah kalam). Misal kalimat thayyibah لا إله إلا الله sebab ia adalah kalam.

 

بِالجَرِّ وَالتّنْوِيْنِ وَالنِّدَا وَاَلْ ¤ وَمُسْنَدٍ لِلإسْمِ تَمْيِيْزٌ حَصَلْ

Kalimat isim bisa diketahui dengan Jer, Tanwin, Munada, Al dan musnad ilaih.

 

Keterangan:

Alamat-alamatnya kalimat isim itu ada banyak sekali, diantaranya:

  1. jer baik dijerkan dengan
    1. Huruf jer yang jumlah keeluruhannya insyaallah akan dikupas pada bab huruf jer seperti contoh مَرَرْتُ بِزَيْدٍ (saya berjalan bersama dengan Zaid).
    2. Idlafah seperti هَذَا غُلَامُ زَيْدٍ (ini budaknya Zaid).
    3. Tabi’ (mengikuti i’rab sebelumnya), seperti مَرَرْتُ بِزَيْدٍ الْعَالِمِ (saya berjalan bersama dengan Zaid yang alim). Pengejawantahannya insyaallah akan dibahas pada macam-macam tabi’.

Mengenai penjabarannya akan ada pembahasannya masing-masing.

  1. Tanwin, yaitu suara nun mati yang terdapat pada akhir kalimat bukan pada penulisannya, seperti رَجُلٌ
  2. Munada / Nida’ (yang dipanggil dengan kata panggil pada umumnya), seperti يَا زَيْدُ (wahai Zaid!)
  3. Kemasukan Al, seperti الشَّمْسُ
  4. menjadi Musnad Ilaih, seperti  يَضْرِبُ زَيْدٌ (zaid sedang memukul), يُضْرَبُ عَمْرٌو (Amar sedang dipukul), إِنَّ الله غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ (sungguh Allah adalah dzat yang maha pengampun lagi maha penyayang) dan semisalnya. Musnad Ilaih adalah kata-kata yang dinisbatkan kepadanya suatu hukum, pekerjaan ataupun keadaan. Musnad Ilaih mencakup Mubtada’, Fa’il, Naibul Fa’il, Isimnya Kana, Isimnya Inna, isimnya la allati linafyil jinsi, Maf’ulnya Dzanna wa Akhwatuha yang pertama dan maf’ulnya ro’a dan bab-babnya yang ke dua. Di dalam Alfiyah Ibnu Malik ini ada pembahasan khusus mengenai ro’a dan bab-babnya. Oleh sebab itu penulis mencukupkan sampai di sini dan insyaallah akan dikaji pada babnya.

 

بِتَا فَعَلْتَ وَأَتَتْ وَيَا افْعَلِي ¤ وَنُوْنِ أَقْبِلَنَّ فِعْـــلٌ يَنْجَلِي

Alamat-alamatnya kalimat fi’il adalah bisa kemasukan ta’ fa’il, ta’ ta’nits sakinah, ya’ mu’annatsah mukhothobah dan nun taukid.

 

Keterangan:

Alamatnya kalimat fi’il itu terdiri dari:

  1. Ta’ fa’il disebut juga dengan dlamir rafak mutaharrik, yaitu dlamir yang dibaca rafak karena menjadi fa’il dan hidup (berharakat). Macam-macamnya bisa dilihat di dalam contoh sebagai berikut:

ضَرَبْتَ (kamu (1 lk) telah memukul), ضَرَبْتُمَا (kalian berdua (lk / pr) telah memukul), ضَرَبْتُمْ (kalian (lk 3 keatas) telah memukul), ضَرَبْتِ (kamu (1 pr) telah memukul), ضَرَبْتُنَّ (kalian (pr lebih dari 3) telah memukul), ضَرَبْتُ (saya telah memukul), ضَرَبْنَا (kita / saya telah memukul).

  1. ta’ ta’nits sakinah, yaitu ta’ yang mati dan terdapat di akhir fi’il sebagai pertanda bahwa fa’ilnya / subyeknya adalah muannats (betina) seperti ضَرَبَتْ هِنْدٌ (hindun telah memukul), طَلَعَتْ الشمسُ (matahari telah terbit).
  2. Ya’ muannatsah mukhathabah, yaitu ya’ yang terdapat pada fi’il ‘amr yang menunjukkan yang diperintah adalah satu orang wanita, seperti اِفْعَلِيْ (lakukanlah (1 pr)).
  3. nun taukid, yaitu nun yang digunakan untuk mentaukidi / menguatkan fi’il. Nun taukid dibagi menjadi dua, yaitu 1). Nun Taukid Tsaqilah, yaitu nun taukid yang ditasydid, seperti اِضْرِبَنَّ (benar-benar pukullah!). 2). Nun Taukid Khafifah, yaitu nun taukid yang tidak ditasydid, seperti اِضْرِبَنْ (benar-benar pukullah!)

 

سِوَاهُمَا الْحَرْفُ كَهَلْ وَفِي وَلَمْ ¤ فِعْـــلٌ مُـضَــارِعٌ يَلِي لَمْ كَـيَشمْ

Selain kalimat isim dan fi’il dinamaan Kalimah Huruf, seperti lafadz Hal, Fi, dan Lam. Alamatnya  Fi’il Mudlari’ adalah bisa bersanding dengan Lam, seperti lafadz Lam Yasyam.

 

Keterangan:

Di dalam contoh disebutkan tiga kalimat huruf ( هَلْ, فِيْ, لَمْ) sebagai contoh. Ibnu Malik selaku pengarang kitab ini bermaksud bahwa ada kalimat huruf yang khusus masuk pada fi’il seperti لَمْ dan khusus masuk pada isim seperti فِيْ dan bisa masuk pada isim dan fi’il seperti هَلْ.

Alamatnya kalimat fi’il mudlari’ adalah bisa kemasukan لَمْ (Lam), seperti لَمْ يَضْرِبْ (dia (1 lk) tidak memukul). Di dalam kitab Mukhtashar Jiddan disebutkan Lam disebut juga huruf nafi dan qalb. Disebut nafi karena menafikan fi’il (menegatifkan pekerjaan), dan disebut qalb dikarenakan mengganti zamannya mudlari’ menjadi zaman madli.

 

وَمَاضِيَ الأَفْعَالِ بِالتَّا مِزْ وَسِمْ ¤ بِالنُّـــوْنِ فِعْلَ الأَمْرِ إِنْ أَمْرٌ فُهِمْ

Dan untuk alamatnya Fi’il Madhi, bedakanlah dengan Ta’. Dan namailah Fi’il Amar dengan tanda Nun Taukid (sebagi cirinya) apabila Kalimah itu difahami sebagai kata perintah.

 

Keterangan:

Setelah menyebutkan alamatnya kalimat fi’il mudhari’ dilanjutkan dengan menyebutkan alamatnya kalimat fi’il madli dan ‘amar. Alamatnya kalimat fi’il madli adalah bisa kemasukan ta’ ta’nits tsakinah dan ta’ fail. Penjelasannya sudah disebutkan. Alamatnya fi’il amr adalah bisa kemasukan nun taukid, baik tsaqilah maupun khafifah seperti yang telah disebutkan.

وَالأَمْرُ إِنْ لَمْ يَكُ لِلنّوْنِ مَحَلْ ¤ فِيْهِ هُوَ اسْمٌ نَحْوُ صَهْ وَحَيَّهَلْ

Kata perintah jika tidak dapat menerima Nun Taukid, maka kata perintah tersebut dikategorikan Isim, seperti Shah! dan Hayyahal!

 

Keterangan:

Suatu kalimat yang menunjukkan makna perintah namun tidak dapat menerima nun taukid disebut isim fi’il amr. Disebut isim dikarenakan di suatu tempat ia menuntut untuk ditanwin. Bila tidak ditanwin maka perintahnya tertentu dan bila ditanwin maka perintahnya secara global, seperti صَهْ (diamlah). Contoh ini dituju untuk perintah diam dalam cakupan khusus, mungkin larangan untuk berbicara tentang satu topik. Dan seperti contoh صَهٍ (diamlah) yaitu larangan untuk berbicara tentang topik apapun.

mengenai pembahasan isim fi’il ini ada bab khusus yang insyaallah penulis akan membahasnya.

2 respons untuk ‘الْكَلاَمُ وَمَا يَتَألَّفُ مِنْهُ

Tinggalkan komentar