ANJING

Apa yang dipikirkan tatkala membaca judul tersebut?

Najis!
Ya, betul sekali! Saya pun tidak memungkiri reaksi spontan tersebut adalah realita, andaikan hal ini ditulis oleh orang lain pun secara spontan terangkai kata “najis” dalam alam pikiran saya. Namun untuk menjadi berbeda dalam sikap lanjutan diantara kebanyakan orang harus ada ilmu ataupun hikmah sebagai sikap adil terhadap hewan yang satu ini.

Banyak sekali najis diartikan sebagai hal yang harus disucikan, dibersihkan, dibasmi, dijauhi, dihina atau bahkan dibunuh untuk konteks hewani, sebagai contoh adanya informasi yang telah saya dapatkan pada tahun 2008 silam (tempat dan pelaku saya rahasiakan) yaitu ada orang membunuh anjing hanya karena hewan tersebut lewat didepannya. Saya pun kenal baik dengan pelakunya. Namun yang patut disayangkan puluhan kitab klasik untuk cabang ilmu fikih telah ia baca. Husnudzan saja, mungkin ia tidak sengaja dan didasari spontanitas, namun ternyata ia melempari si anjing dengan batu hingga berkali-kali sampai mati yang menjadikan saya tetap gagal untuk husnudzan. Indikator yang sangat jelas.

Ada juga video penyiksaan-penyiksaan hewan yang kebanyakan diantaranya adalah anjing. Di dalam video tersebut mereka dikuliti hidup-hidup, disiksa, dimasukkan ke dalam kotak gas beracun dan beberapa jenis penyiksaan lainnya.

Mari kita tinjau beberapa referensi kaya manfaat dari kitab, buku maupun maqolah (ungkapan) dari ulama beserta penjelasannya secara ringkas!

– Di dalam Safinatun Naja pada Pasal Asbaab At Tayammum (sebab-sebab tayamum) disebutkan makhluk hewani yang tidak dimuliakan ada enam, yaitu: Orang yang meninggalkan shalat, orang yang berzina muhshon, orang murtad, kafir harbi, anjing yang galak dan babi.
# Keterangan Tambahan:
Maksud dimuliakan pada bab ini adalah hewan-hewan tersebut lebih berhak untuk mendapatkan air yang kita miliki untuk mereka minum saat kehausan meskipun air yang kita miliki hanya cukup untuk bersuci. Syariat mengambil langkah bijaksana dan menetapkan kita untuk bertayamum dalam keadaan demikian. Berarti anjing yang tidak galak mendapat tempat istimewa dalam hal ini karena kemuliaannya;
Maksud tidak dimuliakan adalah hewan-hewan tersebut tidak berhak untuk mendapatkan air yang hanya untuk cukup bersuci sekalipun hewan tersebut kehausan, artinya kita tetap berwudhu.
– Di dalam At Taqriiraat As Sadiidah, Qism Al Ibaadah pada pasal Asbaab At Tayammum juga disebutkan hal yang senada dengan kitab Safinatun Naja, hanya saja ada ungkapan yang secara tegas menyiratkan haramnya membunuh hewan-hewan yang dimuliakan. Referensi yang paling pas untuk menghukumi para penyiksa anjing yang tak berdosa dan pelaku dalam kisah nyata di atas.
– Di dalam buku The Dancing Leader dari terbitan kompas, bab III, cerita ke 7 disebutkan kisah penuh hikmah dari dua ekor anjing yang bernama Kino yang menggambarkan watak manusia yang serakah dan Dino yang arif selaku penasihat yang baik dan sabar yang senantiasa menasehati Kino meski tak pernah digubris hingga sebuah akibat telah menyadarkannya dan membelenggu keserakahannya. Penulis memilih sosok anjing yang arif maupun serakah sebagai penggambaran riil watak manusia.
– Di dalam majalah Cahaya Sufi (edisinya saya tidak ingat persis) dikisahkan seorang ulama jijik melihat anjing yang melintasi jalanan lorong yang sempit dan berjalan berlawanan terhadap jalur yang hendak dilalui ulama itu dan rombongannya, kemudian anjing tersebut bergumam perihal ia diciptakan demikian adalah atas kehendak Sang Khalik seraya menyindir kenajisan yang melekat pada hati seseorang. Penyesalan dari ulama itu pun bersambut dan memberikan rasa hormat kepada anjing yang hendak melintasi jalannya.
– Asy Syeikh Abdul Wahid bin Zuhdi dalam Maqolahnya menyebutkan bahwa kenajisan anjing hanyalah bersifat lahirnya saja, untuk batinnya belum tentu.
– Dan lain-lain.

Kesimpulan:
Anjing pun bermacam-macam perilakunya seperti halnya manusia, ada yang bijaksana, ada yang serakah, ada yang bermanfaat, ada yang membawa mudharat dan ada pula yang membawa hikmah agung. Syariat pun menyayanginya dengan menempatkannya sebagai hewan yang harus dilindungi yang haram untuk disiksa dan dibunuh, bahkan ia pun lebih berhak untuk diberi minum meskipun air yang ada hanya cukup untuk bersuci dan kita diberi solusi untuk bertayamum dengan catatan asal bukan termasuk al kalbu al ‘aquur (anjing yang galak).

Namun fakta telah berkata, di masa kini banyak manusia (mungkin diantaranya juga saya) yang keserakahannya melebihi anjing yang serakah, kenajisan hatinya melebihi najis lahiriahnya anjing, kekejamannya melebihi anjing Pit Bull, dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal yang tidak perlu diketahui melebihi anjing pelacak dampak dari diciptakannya media sosial yang berjibun.

Ya sudahlah, kuhaturkan kepada Yang Maha Adil nan Bijaksana.

 Foto Luqman Hakim.

Kajian Singkat Seputar Hamdalah atau Pujian Menurut Perspektif Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله على ما شرع من الدين والصلاة والسلام على نبينا محمد خاتم الأنبياء والمرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين, أما بعد

Segala puji selalu tercurahkan kepada Allah SWT, Dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang memberi hidayah dan inayahNya sehingga segala ciptaanNya, baik manusia, hewan, gunung, bintang, pepohonan, nebula, mikroba-mikroba mikroskopik atau bahkan proton sekalipun bisa merasakan keagunganNya di setiap waktu yang insya Allah penuh berkah ini seraya dari kesemuanya bertasbih kepadaNya. Shalawat serta salam senantiasa dipersembahkan kepada junjungan umat, sayyidnya segala nabi, Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan konsep yang sangat sempurna untuk meraih jalan kebahagiaan di dua kehidupan, dunia dan akhirat. Tak lupa limpahan salam yang beriringan dengan shalawat kepada keluarganya yang terkasihi dan kepada para sahabatnya, semuanya.

topik yang akan dikaji di hari ini adalah Kajian Singkat Seputar Hamdalah (pujian) menurut perspektif Islam. Meski secara ringkas, namun selalu ada harapan dari penulis, yaitu bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

A. Makna Hamdalah dan Pujian serta Perbedaannya

  • di sebagian literatur-literatur klasik seperti dalam kitab al-Iqna’ karya al-Khathib asy-Syirbiniy, al-hamdu dalam Bahasa Arab memiliki makna “الثناء الكامل” artinya “pujian yang sempurna”, yang dengannya diketahui hanya Allah SWT lah yang paling berhak untuk diberi ungkapan “Al-Hamdu” yang memiliki sifat yang paling sempurna diantara yang sempurna, meski tidak membantah bolehnya menggunakan al-hamdu untuk memuji kepada sesama hambaNya;
  • Pujian menurut Bahasa Indonesia, seperti yang terdapat di dalam KBBI, pujian berasal dari akar kata “puji” yang bermakna “pernyataan rasa pengakuan dan penghargaan yg tulus akan kebaikan/keunggulan sesuatu”.

pada poin yang ke-dua lebih bersifat umum dan tidak ada unsur kehati-hatian sedikitpun mengingat konteks penggunaannya yang lebih manusiawi. jadi para pembaca bisa menarik sendiri kesimpulannya mengenai perbedaan diantara keduanya bukan? maka dari itu penulis hanya akan menekankan pada pembahasan hamdalah, bukan pujian secara umum untuk menyesuaikan topik yang telah  ditetapkan di awal.

B. Status Hamdalah sebagai Pembukaan

Perlu diketahui bahwa basmalah dan hamdalah memiliki kesamaan dipandang dari sisi keduanya sama-sama menjadi pembukaan atau muqaddimah. Meski memiliki kesamaan dari hal tersebut, namun perbedaannya terletak pada statusnya sebagai pembuka. yaitu:

  1. Basmalah sebagai pembukaan/muqaddimah yang hakiki, karena sebelumnya tidak didahului lafadz/tulisan apapun, seperti kebiasaan penulisannya di dalam kitab-kitab samawi;
  2. Hamdalah sebagai pembukaan/muqaddimah yang idhafiy (tersandarkan), karena sebelumnya didahului basmalah.

mengenai status keduanya sebagai pembukaan terdapat dalil yang menyinggungnya, yaitu:

 كل أمر ذي بال لم يبدأ فيه ببسم الله الرحمن الرحيم أقطع – رواه عبد القادر الرهاوي

Artinya: “Segala perkara yang penting yang tidak dimulai dengan menyebut basmalah adalah buntung”. HR. Abdul Qadir ar-Rahawiy.

 كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه بالحمد لله أو بالحمد فهو أقطع – رواه أبو داود وابن ماجة

Artinya: “Segala perkara yang tidak didahului dengan membaca hamdalah atau dengan pujian maka buntung”. HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah.

dari kedua hadits diatas dengan jelas disebutkan bahwa segala hal yang penting yang tidak didahului dengan kedua-duanya, maka buntung. Yang dimaksud buntung disini adalah berkurangnya berkah yang diraih. Lalu dengan adanya dua dalil ini secara sekilas ada pertentangan karena keduanya sama-sama menjelaskan tentang anjuran membacanya pada pembukaan suatu hal yang penting namun kenapa dengan bentuk yang berbeda, yaitu basmalah dan hamdalah?

sebenarnya dari kedua dalil tersebut bisa dikombinasikan dengan memandang pada surat al-Fatikhah yang menjadi surat pembukaan di dalam al-Qur’an yang dimulai dengan basmalah dan kemudian diikuti dengan hamdalah. Dari sini ulama’ memberikan kesimpulan bahwa basmalah disebut terlebih dahulu baru kemudian disusul dengan hamdalah, maka muncullah istilah muqaddimah haqiqiy dan muqaddimah idhafiy.

C. Pembagian Hamdalah

1. Pembagian Hamdalah Menurut Bentuk Realisasinya

Di dalam kitab Syarah al-Yaqut an-Nafis disebutkan bentuk realisasi pujian dibagi dua, yaitu:

  • Berbentuk lisan, yaitu pujian secara lisan ataupun ungkapan kepada Allah SWT atas apa yang telah diberikanNya kepada kita semua.
  • Berbentuk tindakan yang riil, yaitu dengan menyalurkan kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah limpahkan kepada hambanya sesuai dengan fungsinya masing-masing. Ini adalah bentuk rasa syukur yang terbaik dari beberapa bentuk syukur, maka dari itu otomatis hamdalah yang terbaik pun dengan cara seperti ini. Mengenai perbedaan antara hamdalah/al-hamdu dengan syukur akan dibahas setelah pembagian-pembagian hamdalah, insya Allah.

2. Pembagian Hamdalah menurut Sifatnya

di dalam kitab I’anatuth Thaalibin pada pembicaraan tentang hamdalah disebutkan pembagian hamdalah dibagi dua, yaitu Hamdalah Qadim dan Hamdalah Hadits. Masing-masing dari kedua-duanya juga melahirkan  dua pembagian. Adapun uraiannya sebagai berikut:

  1. Hamdalah Qadim, yaitu hamdalah (pujian) yang muncul/diungkapkan oleh Allah SWT sendiri. Ini ada dua pembagian:
  • Pujian dari Allah SWT kepada diriNya sendiri, seperti  إن الله غفور رحيم
  • Pujian dari Allah SWT kepada hambaNya, seperti    نعم العبد إنه أواب
  1. Hamdalah Hadits, yaitu hamdalah/pujian yang muncul/diungkapkan oleh makhluk-makhlukNya. Ini juga dibagi dua:
  • Pujian dari makhluk kepada Allah SWT, seperti ungkapan kita    الحمد لله رب العالمين
  • Pujian dari makhluk kepada sesamanya, seperti pujian kita kepada orang lain.

Mengenai pemaknaan ala makna gandul dari lafadz الحمد لله yang biasa dilakukan di pesantren-pesantren tradisional yang berbunyi “utawi sekabehane puji iku kagungane/kedue Allah” adalah makna pujian secara hakiki meski pada pembagian di atas terdapat pujian yang dilakukan makhluk kepada sesamanya, karena sifat Maha Esa, Mahaadil, Maha Pengampun, Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha-maha yang lainnya hanyalah Allah yang berhak menyandangnya. Hal ini dipertegas dengan lafadz رب العالمين yang lumrah jatuh setelahnya, yaitu Rabb bagi seluruh alam.

D. Perbedaan Hamdalah/Al-Hamdu/Pujian dengan Syukur.

Imam Ath-Thabary mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan antara hamdalah/pujian/al-hamdu dengan syukur untuk konteks ini. Namun menurut Muhammad bin Husaini al-Husni asy-Syafi’iy dalam kitabnya “Kifayatul Akhyar” menyebutkan bahwa ada perbedaan di antara keduanya dengan pendefinisian sebagai berikut:

  1. al-Hamdu: Pujian kepada Allah atas kesempurnaan sifat-sifatNya dan yang lainnya atau pujian kepada sesama hamba atas keunggulan-keunggulan yang dimiliki,seperti  prestasi yang diraih, derajat sosial yang tinggi, keelokan fisik dan semisalnya;
  2. asy-Syukru: Pujian kepada Allah atas nikmat yang telah diberikanNya kepada hamba-hambaNya atau sebagai feed back (umpan balik) rasa syukur seorang hamba atas pemberian dari hamba yang lainnya.

masih dengan referensi yang sama disebutkan segala syukur adalah pujian, dan pujian belum tentu syukur. Jadi kesimpulannya al-Hamdu cakupannya lebih umum dan asy-Syukru cakupannya lebih khusus.

Disini ulama memberikan penekanan bahwa bagi seorang hamba seyogyanya lebih merasa  bergembira dan bersyukur terhadap Rabbnya daripada bergembira atas nikmat yang telah diberikanNya kepada kita semua.

E. Hukum-hukum Membaca Hamdalah

Seperti yang pernah disinggung pada kajian sebelumnya, yaitu segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh mukallafin itu pasti memiliki hukum mengingat bentuk perilaku adalah objek kajian fikih. Hukum itu tidak sekaku dan seekstrim yang dibayangkan, ada yang bersifat tetap dan ada pula yang terbagi-bagi menyesuaikan keadaan dan bahkan  berkembang menyesuaikan kebutuhan  jaman. Hukum-hukum membaca hamdalah seperti yang disebutkan dalam kitab al-Bujairomiy alal Khathib adalah sebagai berikut:

  1. Sunnah, ini merupakan hukum asal dan berlaku ketika melakukan perbuatan-perbuatan yang positif, seperti membuka dan menutup do’a,dan lain sebagainya;
  2. Wajib, seperti di dalam dua khutbah jum’at, dikarenakan membaca hamdalah merupakan salah satu rukun dari lima rukun yang harus dilakukan saat melakukannya;
  3. Makruh,  seperti membaca hamdalah ditempat yang hina atau kotor, seperti di dalam toilet dengan tanpa tujuan merendahkan atau saat mulut dalam keadaan terkena najis;
  4. Haram, ketika bangga dan senang telah melakukan kemaksiatan.

Demikianlah kajian ringkas yang penulis hadirkan kepada para pembaca yang budiman yang insya Allah bisa menjadi tambahan ilmu tentang keislaman. Namun penulis tidak memaparkan halaman referensinya dikarenakan seluruh referensi penulis berada di rumah. Semoga di kemudian hari dapat bermanfaat bagi penulis, seluruh pihak yang mendukung dan para pembaca sekalian untuk jalan kemudahan menuju ridhaNya. Aamiin!

Kajian Seputar Basmalah Ditinjau Menurut Sebagian Disiplin Ilmu yang Terkait

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على سيدنا محمد أفصح من نطق بالضاد وعلى آله الطاهرين وصحبه أجمعين, أما بعد

dalam kajian kali ini di sore yang hangat dengan sapaan yang lembut dari dedaunan di persawahan dan di kebun-kebun yang melambangkan harmonisme udara dan suasana yang begitu khas di salah satu pondok pesantren yang banyak dikenal masyarakat luas, Pp. Al-Manshur yang berada di Popongan, salah satu daerah di Klaten, sebuah kabupaten yang memiliki jargon “Bersinar” ini, penulis berkeinginan untuk memulai membahas tentang pembahasan yang lumayan detil untuk kategori wawasan keagamaan yang membicarakan tentang “Basmalah” sesuai dengan kajian beberapa cabang ilmu yang dipilih.

langsung saja untuk mempersingkat waktu demi prinsip efisiensi yang memang harus dikedepankan dalam bidang akademik, penulis akan memaparkan beberapa poin pembahasan tentang basmalah dalam literatur-literatur klasik atau lebih familiar dengan Bismillah menurut warga negara ini, penduduk Indonesia.

dalam salah satu hadits disebutkan

” كل أمر ذي بال لم يبدأ فيه ببسم الله الرحمن الرحيم أقطع

Artinya “segala hal yang memiliki unsur yang penting bila tidak didahului dengan bismillahirrahmaanirrahiim maka buntung”.

dalam kitab Al-Baijuriy karya As-Syaikh Ibrahim Al-Baijury dijelaskan bahwa maksud dari terputus di sini bukanlah terputus secara keseluruhan, namun yang dimaksud adalah sedikitnya berkah atau berkurangnya berkah. Melakukan kebaikan pastilah sudah mendapatkan nilai baik tersendiri menurut hukum asalnya meskipun tidak diawali dengan basmalah hanya saja hal ini dianggap kurang sempurna.

Kajian Sintaksis (Nahwu) dan Morfologis (Sharf) dalam Basmalah

dari pengkolaborasian beberapa literatur klasik yang telah dibaca mengenai kajian gramatikal arab di dalam basmalah dapat  diambil pemahaman sebagai berikut:

  1. بسم merupakan gabungan dari باء huruf jer dan اسم, dan ketika huruf jer bertemu dengan isim yang dijerkan disebut juga dengan jer majrur. Isim setelahnya yaitu اسم wajib dibaca jer. Setiap kombinasi dari huruf jer (selain مُذْ, مُنْذُ dan رُبَّ) dan majrurnya itu pasti memiliki ta’alluq (hubungan) pada jumlah (ismiyah / fi’liyah) atau yang menyerupai jumlah (dlarf / jer majrur) yang jatuh sebelumnya, kecuali apabila jer majrur itu menjadi haal, na’at, khabar atau shilah maka ta’alluq pada lafadz استقر atau كائن yang disimpan.  Timbul permasalahan: Lalu ta’alluq pada apa lafadz basmalah, padahal seperti yang diketahui basmalah tidak didahului lafadz apapun? bukankah ini merupakan anomali gramatikal?   sesuai pengalaman dari penulis jawabannya tidak ada penyimpangan gramatikal, karena basmalah itu memiliki ta’alluq pada lafadz yang dikira-kirakan yang jatuh sebelumnya. Dan lafadz yang dikira-kirakan itu menyesuaikan dengan yang hendak dilakukan oleh orang yang membacanya. Misal membaca basmalah ketika hendak makan maka ta’alluq pada أكُلُ, ketika hendak membaca bacaan maka ta’alluq pada أَقْرَأُ, dan semisalnya.
  1. باء adalah huruf jer. seperti halnya huruf-huruf jer yang lain, huruf jer ini memiliki makna/faidah yang sangat banyak sekali. di dalam Nadham Alfiyah ibnu Malik Al-Andalusiy disebutkan باء memiliki delapan makna, dan bahkan di dalam kitab lain ada yang menyebutkan lebih dari 30 makna. dan di dalam basmalah memiliki makna isti’aanah dan ilshaq, mengingat di sebagian kitab disebutkan makna ilshaq tidak akan lepas dari huruf jer باء.
  2. اسم adalah kalimat isim yang didahului hamzah washal, yaitu hamzah yang ketika di awal terbaca dan ketika di tengah-tengah tidak terbaca. Dalam Nadham Alfiyah ibnu Malik Al-Andalusiy disebutkan:

“للوصل همز سابق لا يثبت # إلا إذا ابتدي به كاستثبتوا”

mengenai penulisannya, hamzah dihilangkan mengikuti kaidah Imla’ yang telah penulis pelajari di semester satu, sama halnya pembuangan hamzahnya lafadz ابن yang jatuh diantara dua nama. Alasannya sangat simpel, yaitu menurut kaidah imla’ kedua-duanya memiliki kehususan dalam penulisannya, menurut literatur klasik yang mengkaji bidang morfologi alasannya karena banyaknya digunakan. Sebenarnya masih bisa dikaji lebih luas lagi mengenai اسم, namun penulis cukupkan sampai di sini saja pembahasannya.

  1. الله dibaca jer karena menjadi mudlaf ilaih. الله adalah sebuah nama untuk Dzat yang paling haq untuk disembah. Asal kata dari lafadz ini adalah إله yang memiliki makna untuk segala sesuatu yang disembah kemudian dima’rifatkan dengan Al (أل) untuk menghususkan bahwa hanya Dia lah yang paling haq untuk disembah. الله  termasuk alam asma (nama yang menentukan yang dinamai dengan tanpa perantara kata ganti).
  2. الرحمن dibaca jer karena menjadi sifat/na’at yang mana termasuk tabi‘, yaitu kedudukan i’robnya mengikuti pada lafadz sebelumnya. Lafadz ini adalah sighat mubalaghah dari akar kata الرحمة yang memiliki arti memiliki kasih sayang yang teramat tinggi.
  3. الرحيم kedudukan i’robnya juga sama dengan الرحمن. karena sesuai dengan kaidah bahwa sifat boleh berbilangan (lebih dari satu) dari satu yang disifati atau sebaliknya. Lafadz ini juga merupakan bentuk sighat mubalaghah dari akar kata yang sama dengan yang ada di atas.

Kajian Fikih

Hukum Membaca Basmalah

Dalam zona yurisprudensi Syafi’iiyah, segala sesuatu yang diperbuat atau diucapkan oleh mukallafin (orang-orang yang terkena beban hukum) pastilah memiliki hukum mengingat di dalam kitab Al-Yaqut An-Nafis karya Asy-Syaikh Ahmad bin Umar Asy-Syathiriy Al-Khadlromiy pada poin ke-dua dari sepuluh poin tentang mabadi’ asyarah (pokok dasar sepuluh) disebutkan: objek dari kajian fikih adalah segala bentuk perbuatan mukallafiin, yang mencakup hukum Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, Haram, Sah, Batal, Halal dan Haram. Begitu juga dengan hukum membaca basmalahAdapun hukum membacanya adalah sebagai berikut:

  1. Sunnah, merupakan hukum asal dari membaca basmalah sesuai dari proses pemahaman pada hadits yang telah disebutkan. Yaitu ketika hendak memulai hal-hal yang bernilai baik, penting dan semisalnya;
  2. Wajib, yaitu saat hendak membaca surat Al-Fatikhah di dalam shalat menurut madzhabnya Asy-Syafi’i. Perbedaan pendapat mengenai wajib membacanya insya Allah akan dibahas pada poin “Khilafiyah Seputar Basmalah”;
  3. Makruh, yaitu ketika hendak melakukan hal-hal yang makruhnya bersifat asli, seperti melihat kemaluan istri. Bukan melakukan perbuatan makruh yang bersifat ‘aridhiy (datang baru), seperti memakan bawang yang dapat mengakibatkan bau mulut. Maka hal ini dikembalikan pada hukum asalnya yaitu sunnah;
  4. Haram, yaitu ketika hendak melakukan perbuatan-perbuatan yang haram hukumnya, seperti mencuri, berzina, berjudi, membunuh tanpa hak, dan semisalnya.

sebagian ulama menambahkan hukum mubah yaitu ketika hendak melakukan hal yang tidak dianggap penting ataupun tidak ada unsur kebaikan serta tidak memiliki nilai negatif sedikitpun, seperti memindah barang di suatu tempat ke tempat yang lain.

Ketentuan Tambahan dari Disiplin Ilmu Tajwid

dalam zona tajwid seperti dalam kitab Khaqqu At-Tilaawah ada ketentuan hukum tambahan yang tergambarkan dari dua fenomena sebagai berikut:

1. Hukum membaca basmalah di antara ta’awwudz dan ayat pertama dalam surat.

Hukumnya boleh dibaca dengan bentuk apapun yang meliputi:

  • diputus semua antara ta’awwudz, basmalah dan surat;
  • disambung semua antara ketiga-tiganya;
  • memutus ta’awwudz dan menyambung basmalah dengan surat, dan
  • menyambung ta’awwudz dengan basmalah kemudian diputus dan baru memulai surat.

2. Hukum membaca basmalah diantara dua surat adalah:

a. Boleh, bila:

  • disambung semua, artinya menyambung akhir surat dengan basmalah dan disambung lagi dengan awal surat berikutnya;
  • diputus semua;
  • memutus akhir surat dan menyambung basmalah dengan surat setelahnya.

b. tidak boleh, yaitu ketika menyambung akhir surat dengan basmalah lalu waqaf (berhenti), kemudian membaca awal surat berikutnya, karena hal ini ulama menganggap basmalah menyerupai akhir surat dan hal ini terbilang membahayakan.

Khilafiyah Seputar Basmalah

Ada beberapa pendapat ulama berkenaan dengan kedudukan basmalah di dalam surah-surah al-Qur’an. Di antara beberapa pendapat yang ada yang paling masyhur adalah:

1. Basmalah adalah ayat tersendiri yang kedudukannya untuk menjadi kepala masing-masing surah dan pembatas antara satu surah dengan surah yang lain. Jadi basmalah bukanlah satu ayat dari surah al-Fatikhah atau yang lain yang dimulai dengan basmalah. Ini menurut pendapatnya Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya, ahli qiraah dan fuqaha Medinah, Basrah, dan Syam. Maka dari itu menurut Abu Hanifah, basmalah tidak dibaca keras dalam shalat, bahkan Imam Malik tidak membacanya sama sekali.

2. Basmalah adalah ayat pertama dari al-Fatihah dan ayat ke 30 pada surah an-Naml. Ini menurut pendapatnya Imam asy-Syafi’i dan ahli qiraah Mekah dan Kufah. Oleh karena itu menurut pendapat ini Basmalah dibaca keras dalam shalat yang jahr.

mengenai jumlah ayat sebenarnya tidak begitu diperselisihkan, hanya saja dengan cara pandang yang berbeda. Menurut ulama yang berpendapat bahwa basmalah termasuk surah dari al-Fatihah maka basmalah adalah ayat pertama sedangkan ayat yang ke-tujuh berbunyi

صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين

menurut yang memberi pendapat bahwa basmalah bukan termasuk ayat dari al-Fatihah memiliki pandangan ayat pertama berbunyi

الحمد لله رب العالمين

dan ayat yang ke-tujuh berbunyi

غير المغضوب عليهم ولا الضالين

Jadi kesimpulannya ayat dari surah al-Fatikhah tetap tujuh menurut pendapat dari kedua kubu, hanya saja perbedaannya terdapat dalam pandangan terhadap ayat yang pertama dan terakhir.

Hikmah Membaca Basmalah

Sedikit hikmah yang bisa penulis sebutkan meliputi:

1. Seorang yang membacanya untuk hal yang dirasa penting akan mengingat Allah SWT di dalam aktifitasnya. Dengan demikian ia akan melakukannya sesuai dengan norma-norma yang telah ditetapkan oleh Rabnya. Konsekuensinya hal-hal yang dilakukannya akan menjadi amalan yang bersifat ukhrawi;

2. Sebagai seorang hamba ia akan senantiasa bersyukur kepada Allah SWT, dikarenakan sifat rahman dan rahim-Nya yang begitu besar;

3. Dengan adab yang ditunjukkan Allah SWT untuk selalu memulai aktifitas yang baik dengan memulai dengan basmalah kepada para hamba-Nya, maka hal ini untuk mengingatkan kepada para hamba-Nya agar tidak lalai dan merasa luput dari pengawasan-Nya dan agar selalu memuji-Nya.

demikianlah sebuah kajian ringan tentang basmalah yang penulis sampaikan, semoga dapat bermanfaat untuk penulis sendiri dan tentunya juga untuk pembaca yang budiman. Kritik dan saran adalah emas yang harus diambil untuk mengembangkan blog ini ke arah yang lebih baik. tak lupa ungkapan terimakasih kepada teman-teman dan keluarga yang mendukung dan memberi masukan untuk membuat blog/website tentang kajian agama Islam yang mengedepankan prinsip rahmatan lil ‘alamin.