بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على سيدنا محمد أفصح من نطق بالضاد وعلى آله الطاهرين وصحبه أجمعين, أما بعد
dalam kajian kali ini di sore yang hangat dengan sapaan yang lembut dari dedaunan di persawahan dan di kebun-kebun yang melambangkan harmonisme udara dan suasana yang begitu khas di salah satu pondok pesantren yang banyak dikenal masyarakat luas, Pp. Al-Manshur yang berada di Popongan, salah satu daerah di Klaten, sebuah kabupaten yang memiliki jargon “Bersinar” ini, penulis berkeinginan untuk memulai membahas tentang pembahasan yang lumayan detil untuk kategori wawasan keagamaan yang membicarakan tentang “Basmalah” sesuai dengan kajian beberapa cabang ilmu yang dipilih.
langsung saja untuk mempersingkat waktu demi prinsip efisiensi yang memang harus dikedepankan dalam bidang akademik, penulis akan memaparkan beberapa poin pembahasan tentang basmalah dalam literatur-literatur klasik atau lebih familiar dengan Bismillah menurut warga negara ini, penduduk Indonesia.
dalam salah satu hadits disebutkan
” كل أمر ذي بال لم يبدأ فيه ببسم الله الرحمن الرحيم أقطع“
Artinya “segala hal yang memiliki unsur yang penting bila tidak didahului dengan bismillahirrahmaanirrahiim maka buntung”.
dalam kitab Al-Baijuriy karya As-Syaikh Ibrahim Al-Baijury dijelaskan bahwa maksud dari terputus di sini bukanlah terputus secara keseluruhan, namun yang dimaksud adalah sedikitnya berkah atau berkurangnya berkah. Melakukan kebaikan pastilah sudah mendapatkan nilai baik tersendiri menurut hukum asalnya meskipun tidak diawali dengan basmalah hanya saja hal ini dianggap kurang sempurna.
Kajian Sintaksis (Nahwu) dan Morfologis (Sharf) dalam Basmalah
dari pengkolaborasian beberapa literatur klasik yang telah dibaca mengenai kajian gramatikal arab di dalam basmalah dapat diambil pemahaman sebagai berikut:
- بسم merupakan gabungan dari باء huruf jer dan اسم, dan ketika huruf jer bertemu dengan isim yang dijerkan disebut juga dengan jer majrur. Isim setelahnya yaitu اسم wajib dibaca jer. Setiap kombinasi dari huruf jer (selain مُذْ, مُنْذُ dan رُبَّ) dan majrurnya itu pasti memiliki ta’alluq (hubungan) pada jumlah (ismiyah / fi’liyah) atau yang menyerupai jumlah (dlarf / jer majrur) yang jatuh sebelumnya, kecuali apabila jer majrur itu menjadi haal, na’at, khabar atau shilah maka ta’alluq pada lafadz استقر atau كائن yang disimpan. Timbul permasalahan: Lalu ta’alluq pada apa lafadz basmalah, padahal seperti yang diketahui basmalah tidak didahului lafadz apapun? bukankah ini merupakan anomali gramatikal? sesuai pengalaman dari penulis jawabannya tidak ada penyimpangan gramatikal, karena basmalah itu memiliki ta’alluq pada lafadz yang dikira-kirakan yang jatuh sebelumnya. Dan lafadz yang dikira-kirakan itu menyesuaikan dengan yang hendak dilakukan oleh orang yang membacanya. Misal membaca basmalah ketika hendak makan maka ta’alluq pada أكُلُ, ketika hendak membaca bacaan maka ta’alluq pada أَقْرَأُ, dan semisalnya.
- باء adalah huruf jer. seperti halnya huruf-huruf jer yang lain, huruf jer ini memiliki makna/faidah yang sangat banyak sekali. di dalam Nadham Alfiyah ibnu Malik Al-Andalusiy disebutkan باء memiliki delapan makna, dan bahkan di dalam kitab lain ada yang menyebutkan lebih dari 30 makna. dan di dalam basmalah memiliki makna isti’aanah dan ilshaq, mengingat di sebagian kitab disebutkan makna ilshaq tidak akan lepas dari huruf jer باء.
- اسم adalah kalimat isim yang didahului hamzah washal, yaitu hamzah yang ketika di awal terbaca dan ketika di tengah-tengah tidak terbaca. Dalam Nadham Alfiyah ibnu Malik Al-Andalusiy disebutkan:
“للوصل همز سابق لا يثبت # إلا إذا ابتدي به كاستثبتوا”
mengenai penulisannya, hamzah dihilangkan mengikuti kaidah Imla’ yang telah penulis pelajari di semester satu, sama halnya pembuangan hamzahnya lafadz ابن yang jatuh diantara dua nama. Alasannya sangat simpel, yaitu menurut kaidah imla’ kedua-duanya memiliki kehususan dalam penulisannya, menurut literatur klasik yang mengkaji bidang morfologi alasannya karena banyaknya digunakan. Sebenarnya masih bisa dikaji lebih luas lagi mengenai اسم, namun penulis cukupkan sampai di sini saja pembahasannya.
- الله dibaca jer karena menjadi mudlaf ilaih. الله adalah sebuah nama untuk Dzat yang paling haq untuk disembah. Asal kata dari lafadz ini adalah إله yang memiliki makna untuk segala sesuatu yang disembah kemudian dima’rifatkan dengan Al (أل) untuk menghususkan bahwa hanya Dia lah yang paling haq untuk disembah. الله termasuk alam asma (nama yang menentukan yang dinamai dengan tanpa perantara kata ganti).
- الرحمن dibaca jer karena menjadi sifat/na’at yang mana termasuk tabi‘, yaitu kedudukan i’robnya mengikuti pada lafadz sebelumnya. Lafadz ini adalah sighat mubalaghah dari akar kata الرحمة yang memiliki arti memiliki kasih sayang yang teramat tinggi.
- الرحيم kedudukan i’robnya juga sama dengan الرحمن. karena sesuai dengan kaidah bahwa sifat boleh berbilangan (lebih dari satu) dari satu yang disifati atau sebaliknya. Lafadz ini juga merupakan bentuk sighat mubalaghah dari akar kata yang sama dengan yang ada di atas.
Kajian Fikih
Hukum Membaca Basmalah
Dalam zona yurisprudensi Syafi’iiyah, segala sesuatu yang diperbuat atau diucapkan oleh mukallafin (orang-orang yang terkena beban hukum) pastilah memiliki hukum mengingat di dalam kitab Al-Yaqut An-Nafis karya Asy-Syaikh Ahmad bin Umar Asy-Syathiriy Al-Khadlromiy pada poin ke-dua dari sepuluh poin tentang mabadi’ asyarah (pokok dasar sepuluh) disebutkan: objek dari kajian fikih adalah segala bentuk perbuatan mukallafiin, yang mencakup hukum Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, Haram, Sah, Batal, Halal dan Haram. Begitu juga dengan hukum membaca basmalah. Adapun hukum membacanya adalah sebagai berikut:
- Sunnah, merupakan hukum asal dari membaca basmalah sesuai dari proses pemahaman pada hadits yang telah disebutkan. Yaitu ketika hendak memulai hal-hal yang bernilai baik, penting dan semisalnya;
- Wajib, yaitu saat hendak membaca surat Al-Fatikhah di dalam shalat menurut madzhabnya Asy-Syafi’i. Perbedaan pendapat mengenai wajib membacanya insya Allah akan dibahas pada poin “Khilafiyah Seputar Basmalah”;
- Makruh, yaitu ketika hendak melakukan hal-hal yang makruhnya bersifat asli, seperti melihat kemaluan istri. Bukan melakukan perbuatan makruh yang bersifat ‘aridhiy (datang baru), seperti memakan bawang yang dapat mengakibatkan bau mulut. Maka hal ini dikembalikan pada hukum asalnya yaitu sunnah;
- Haram, yaitu ketika hendak melakukan perbuatan-perbuatan yang haram hukumnya, seperti mencuri, berzina, berjudi, membunuh tanpa hak, dan semisalnya.
sebagian ulama menambahkan hukum mubah yaitu ketika hendak melakukan hal yang tidak dianggap penting ataupun tidak ada unsur kebaikan serta tidak memiliki nilai negatif sedikitpun, seperti memindah barang di suatu tempat ke tempat yang lain.
Ketentuan Tambahan dari Disiplin Ilmu Tajwid
dalam zona tajwid seperti dalam kitab Khaqqu At-Tilaawah ada ketentuan hukum tambahan yang tergambarkan dari dua fenomena sebagai berikut:
1. Hukum membaca basmalah di antara ta’awwudz dan ayat pertama dalam surat.
Hukumnya boleh dibaca dengan bentuk apapun yang meliputi:
- diputus semua antara ta’awwudz, basmalah dan surat;
- disambung semua antara ketiga-tiganya;
- memutus ta’awwudz dan menyambung basmalah dengan surat, dan
- menyambung ta’awwudz dengan basmalah kemudian diputus dan baru memulai surat.
2. Hukum membaca basmalah diantara dua surat adalah:
a. Boleh, bila:
- disambung semua, artinya menyambung akhir surat dengan basmalah dan disambung lagi dengan awal surat berikutnya;
- diputus semua;
- memutus akhir surat dan menyambung basmalah dengan surat setelahnya.
b. tidak boleh, yaitu ketika menyambung akhir surat dengan basmalah lalu waqaf (berhenti), kemudian membaca awal surat berikutnya, karena hal ini ulama menganggap basmalah menyerupai akhir surat dan hal ini terbilang membahayakan.
Khilafiyah Seputar Basmalah
Ada beberapa pendapat ulama berkenaan dengan kedudukan basmalah di dalam surah-surah al-Qur’an. Di antara beberapa pendapat yang ada yang paling masyhur adalah:
1. Basmalah adalah ayat tersendiri yang kedudukannya untuk menjadi kepala masing-masing surah dan pembatas antara satu surah dengan surah yang lain. Jadi basmalah bukanlah satu ayat dari surah al-Fatikhah atau yang lain yang dimulai dengan basmalah. Ini menurut pendapatnya Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya, ahli qiraah dan fuqaha Medinah, Basrah, dan Syam. Maka dari itu menurut Abu Hanifah, basmalah tidak dibaca keras dalam shalat, bahkan Imam Malik tidak membacanya sama sekali.
2. Basmalah adalah ayat pertama dari al-Fatihah dan ayat ke 30 pada surah an-Naml. Ini menurut pendapatnya Imam asy-Syafi’i dan ahli qiraah Mekah dan Kufah. Oleh karena itu menurut pendapat ini Basmalah dibaca keras dalam shalat yang jahr.
mengenai jumlah ayat sebenarnya tidak begitu diperselisihkan, hanya saja dengan cara pandang yang berbeda. Menurut ulama yang berpendapat bahwa basmalah termasuk surah dari al-Fatihah maka basmalah adalah ayat pertama sedangkan ayat yang ke-tujuh berbunyi
صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين
menurut yang memberi pendapat bahwa basmalah bukan termasuk ayat dari al-Fatihah memiliki pandangan ayat pertama berbunyi
الحمد لله رب العالمين
dan ayat yang ke-tujuh berbunyi
غير المغضوب عليهم ولا الضالين
Jadi kesimpulannya ayat dari surah al-Fatikhah tetap tujuh menurut pendapat dari kedua kubu, hanya saja perbedaannya terdapat dalam pandangan terhadap ayat yang pertama dan terakhir.
Hikmah Membaca Basmalah
Sedikit hikmah yang bisa penulis sebutkan meliputi:
1. Seorang yang membacanya untuk hal yang dirasa penting akan mengingat Allah SWT di dalam aktifitasnya. Dengan demikian ia akan melakukannya sesuai dengan norma-norma yang telah ditetapkan oleh Rabnya. Konsekuensinya hal-hal yang dilakukannya akan menjadi amalan yang bersifat ukhrawi;
2. Sebagai seorang hamba ia akan senantiasa bersyukur kepada Allah SWT, dikarenakan sifat rahman dan rahim-Nya yang begitu besar;
3. Dengan adab yang ditunjukkan Allah SWT untuk selalu memulai aktifitas yang baik dengan memulai dengan basmalah kepada para hamba-Nya, maka hal ini untuk mengingatkan kepada para hamba-Nya agar tidak lalai dan merasa luput dari pengawasan-Nya dan agar selalu memuji-Nya.
demikianlah sebuah kajian ringan tentang basmalah yang penulis sampaikan, semoga dapat bermanfaat untuk penulis sendiri dan tentunya juga untuk pembaca yang budiman. Kritik dan saran adalah emas yang harus diambil untuk mengembangkan blog ini ke arah yang lebih baik. tak lupa ungkapan terimakasih kepada teman-teman dan keluarga yang mendukung dan memberi masukan untuk membuat blog/website tentang kajian agama Islam yang mengedepankan prinsip rahmatan lil ‘alamin.